a). Zaman Socrates, Plato dan Aristoles
Socrates (± 469-399 SM), salah seorang filsuf dari Athena,
Yunani. Ia menyatakan bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk
tindakan manusia.
Filsafat pemikirannya adalah adanya kebenaran objektif. Dalam membenarkan kebenaran objektif tersebut ia menggunakan metode dialektika, yaitu metode bercakap-cakap atau berdialog. Ia mencari kebenaran dengan berdialog atau menganalisis pendapat-pendapat yang ada. Metode lain yang digunakannya adalah induksi dan definisi. Istilah induksi dipakai ketika pemikiran bertolak dari pengetahuan yang khusus, kemudian menyimpulkannya dengan pengertian yang umum. Pengertian tersebut memiliki ciri umum (esensi) dan ciri khusus (eksistensi). Kemudian suatu definisi dibuat dengan menyebutkan semua ciri esensi suatu objek dan menghilangkan ciri eksistensinya.
Filsafat pemikirannya adalah adanya kebenaran objektif. Dalam membenarkan kebenaran objektif tersebut ia menggunakan metode dialektika, yaitu metode bercakap-cakap atau berdialog. Ia mencari kebenaran dengan berdialog atau menganalisis pendapat-pendapat yang ada. Metode lain yang digunakannya adalah induksi dan definisi. Istilah induksi dipakai ketika pemikiran bertolak dari pengetahuan yang khusus, kemudian menyimpulkannya dengan pengertian yang umum. Pengertian tersebut memiliki ciri umum (esensi) dan ciri khusus (eksistensi). Kemudian suatu definisi dibuat dengan menyebutkan semua ciri esensi suatu objek dan menghilangkan ciri eksistensinya.
Plato (± 427-347 SM), seorang filsuf yang dilahirkan di
tengah kelurga aristokrat di Athena, Yunani. Ia adalah murid dari filsuf
sebelumnya, Socrates. Menurutnya dunia lahir adalah dunia pengalaman yang
selalu berubah dan penuh warna, semua itu adalah bayangan dari dunia idea.
Keadaan idea bertingkat-tingkat. Tingkat tertinggi adalah idea kebaikan, kenudian
idea jiwa dunia (yang menggerakkan dunia) dan yang terakhir adalah idea
keindahan (yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan dan politik). Sebagai
konsep dari dunia idea tersebut, dalam hal etika ia berpendapat bahwa orang
yang berpengetahuan dengan pengertian yang beragam sampai pengertian tentang
ideanya, dengan sendirinya akan berbuat baik. Siapa yang hidup di dunia idea
tidak akan berbuat jahat. Pada dasarnya filsafat Plato tidak jauh berbeda
dengan filsafat Socrates, yaitu tentang teori idea. Yaitu teori yang
dikembangkan dengan metode dialektika (dialektik-kritik). Metode yang
digunakan oleh Plato dalam mencari kebenaran adalah dengan cara membandingkan
dua hal atau masalah, sehingga akan didapatkan suatu kebenaran. Jika filsafat
Socrates bersifat obyektif, maka lain halnya dengan filsafat Plato, yakni
bersifat subyektif, inilah yang membedakan filsafat diantara keduanya.
Aristoteles (± 248-322 SM), seorang filsuf yang lahir di Stagira,
Thrace (Balkan). Ia adalah teman sekaligus murid Plato. Ia belajar pada Plato
ketika ia masuk dalam Akademi Plato di Athena ketika ia menginjak usia 18
tahun. Di Athena ia mendirikan sekolah dengan nama Lyceum, yang banyak menghasilkan
penelitian-penelitian dibidang sains, politik retorika dan lain sebagainya.
Pemikiran filsafat Aristoteles cenderung berorientasi pada hal-hal konkret,
sehingga dia dikenal sebagai Bapak Logika. Dalam teori metafisikanya ia
berpendapat bahwa matter (ruh) dan form (jiwa/wujud) itu adalah
bersatu. Matter memberikan substansi sesuatu, sedangkan form memberikan
pembungkusnya. Filsafat Aristoteles adalah filsafat realisme, karena
coraknya yang menerima, yang berubah dan menjadi, yang bermacam-macam bentuknya,
yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai realitas yang
sesungguhnya. Aristoteles tidak sependapat dengan pemikiran Plato, menurutnya
pemahaman idea yang dipercayai Plato sebagai idea sebenarnya tak lain hanyalah
bentuk abstrak yang tertanam dalam realita indrawi sendiri. Dalam mencari
kebenaran Aristoteles menggunakan metode observasi, yaitu dengan banyak
melakukan penelitian-penelitian terhadap suatu hal atau masalah. Filsafat
Aristoteles ini bersifat sistematis dan empiris.
b). Zaman Helenisme
Helenisme berasal dari
bahasa Yunani, Hellas. Yaitu gerakan atau corak kebudayaan Yunani yang
berkembang pada saat itu (pada masa Kekaisaran Iskandar Agung). Pusat Helenisme
selama kerajaan Romawi adalah di Athena, Alexandria (Mesir) dan Antiochia (Syiria).
Pengaruh Helenisme sangat besar, sehingga melahirkan aliran filsafat yang
terkenal, yaitu Stoisisme, Epikurisme dan Neo-platonisme. Stoisisme, aliran ini
didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition (333-266 SM). Aliran ini membagi
filsafat dalam tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etik. Logika adan fisika
digunakan sebagai dasar etik. Maksud dari etiknya ialah memberi petunjuk
tentang sikap sopan santun dalam kehidupan. Menurut mereka tujuan utama
filsafat adalah menyempurnakan moral manusia. Manusia akan mencapai kebahagiaan
jika bertindak sesuai dengan tiga hal diatas. Sedangkan Epikurisme dipelopori
oleh Epicurus, seorang pemikir dari Samos (341-270 SM). Menurut pendapat
Epicurus, filsafat harus merintis jalan ke arah mencapai kesenangan hidup. Ia
juga membagi filsafat kedalam tiga bagian sama halnya dengan Stoisisme. Menurut
aliran ini kita harus mencapai kebahagiaan, asalkan tidak berlebihan dan kita
harus bijaksana. Neo-platonisme, didirikan oleh Plotinos, seorang filsuf Mesir
(205-270 SM). Aliran ini mengajarkan bahwa fakta,fakta yang ada adalah
terselenggara melalui proses “emanasi” (pelimpahan) yang berasal dari
Yang Esa dan akan kembali kepada-Nya lagi, berkat tarikan “eros”, yaitu
kerinduan untuk kembali dari segala sesuatu ke asal ilahi. Pada akhir masa
kuno, aliran ini merupakan aliran intelektual yang dominan di hampir seluruh
wilayah Hellenistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda?