Selasa, 26 Juni 2012

Filsafat Pada Abad Klasik



Pada abad inilah terjadi puncak perkembangan filsafat Yunani. Falsafah yang dibangun pada abad ini mampu menguasai sistem pengetahuan alam pikiran barat kurang lebih selama dua ribu tahun. Filsafat abad ini ditandai dengan munculnya filsuf-filsuf besar seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles. Serta munculnya kaum sophis yang mengajarkan tentang keunggulan retorika dan kebenaran subjektif kepada para pemuda Athena. Mereka berpendapat bahwa manusia-lah ukuran bagi semua kebenaran yang ada (homo mensura).Dampak dari ajaran tersebut adalah ukuran kebenaran menjadi realatif dan subyektif. Filsafat abad ini dibagi menjadi dua zaman, yaitu; a). Zaman Sokrates, Plato dan Aristoteles, serta b). Zaman Helenisme.
a). Zaman Socrates, Plato dan Aristoles
Socrates (± 469-399 SM), salah seorang filsuf dari Athena, Yunani. Ia menyatakan bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan manusia.
Filsafat pemikirannya adalah adanya kebenaran objektif. Dalam membenarkan kebenaran objektif tersebut ia menggunakan metode dialektika, yaitu metode bercakap-cakap atau berdialog. Ia mencari kebenaran dengan berdialog atau menganalisis pendapat-pendapat yang ada. Metode lain yang digunakannya adalah induksi dan definisi. Istilah induksi dipakai ketika pemikiran bertolak dari pengetahuan yang khusus, kemudian menyimpulkannya dengan pengertian yang umum. Pengertian tersebut memiliki ciri umum (esensi) dan ciri khusus (eksistensi). Kemudian suatu definisi dibuat dengan menyebutkan semua ciri esensi suatu objek dan menghilangkan ciri eksistensinya.
Plato (± 427-347 SM), seorang filsuf yang dilahirkan di tengah kelurga aristokrat di Athena, Yunani. Ia adalah murid dari filsuf sebelumnya, Socrates. Menurutnya dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah dan penuh warna, semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Keadaan idea bertingkat-tingkat. Tingkat tertinggi adalah idea kebaikan, kenudian idea jiwa dunia (yang menggerakkan dunia) dan yang terakhir adalah idea keindahan (yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan dan politik). Sebagai konsep dari dunia idea tersebut, dalam hal etika ia berpendapat bahwa orang yang berpengetahuan dengan pengertian yang beragam sampai pengertian tentang ideanya, dengan sendirinya akan berbuat baik. Siapa yang hidup di dunia idea tidak akan berbuat jahat. Pada dasarnya filsafat Plato tidak jauh berbeda dengan filsafat Socrates, yaitu tentang teori idea. Yaitu teori yang dikembangkan dengan metode dialektika (dialektik-kritik). Metode yang digunakan oleh Plato dalam mencari kebenaran adalah dengan cara membandingkan dua hal atau masalah, sehingga akan didapatkan suatu kebenaran. Jika filsafat Socrates bersifat obyektif, maka lain halnya dengan filsafat Plato, yakni bersifat subyektif, inilah yang membedakan filsafat diantara keduanya.
Aristoteles (± 248-322 SM), seorang filsuf yang lahir di Stagira, Thrace (Balkan). Ia adalah teman sekaligus murid Plato. Ia belajar pada Plato ketika ia masuk dalam Akademi Plato di Athena ketika ia menginjak usia 18 tahun. Di Athena ia mendirikan sekolah dengan nama Lyceum, yang banyak menghasilkan penelitian-penelitian dibidang sains, politik retorika dan lain sebagainya. Pemikiran filsafat Aristoteles cenderung berorientasi pada hal-hal konkret, sehingga dia dikenal sebagai Bapak Logika. Dalam teori metafisikanya ia berpendapat bahwa matter (ruh) dan form (jiwa/wujud) itu adalah bersatu. Matter memberikan substansi sesuatu, sedangkan form memberikan pembungkusnya. Filsafat Aristoteles adalah filsafat realisme, karena coraknya yang menerima, yang berubah dan menjadi, yang bermacam-macam bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai realitas yang sesungguhnya. Aristoteles tidak sependapat dengan pemikiran Plato, menurutnya pemahaman idea yang dipercayai Plato sebagai idea sebenarnya tak lain hanyalah bentuk abstrak yang tertanam dalam realita indrawi sendiri. Dalam mencari kebenaran Aristoteles menggunakan metode observasi, yaitu dengan banyak melakukan penelitian-penelitian terhadap suatu hal atau masalah. Filsafat Aristoteles ini bersifat sistematis dan empiris.
b). Zaman Helenisme
            Helenisme berasal dari bahasa Yunani, Hellas. Yaitu gerakan atau corak kebudayaan Yunani yang berkembang pada saat itu (pada masa Kekaisaran Iskandar Agung). Pusat Helenisme selama kerajaan Romawi adalah di Athena, Alexandria (Mesir) dan Antiochia (Syiria). Pengaruh Helenisme sangat besar, sehingga melahirkan aliran filsafat yang terkenal, yaitu Stoisisme, Epikurisme dan Neo-platonisme. Stoisisme, aliran ini didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition (333-266 SM). Aliran ini membagi filsafat dalam tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etik. Logika adan fisika digunakan sebagai dasar etik. Maksud dari etiknya ialah memberi petunjuk tentang sikap sopan santun dalam kehidupan. Menurut mereka tujuan utama filsafat adalah menyempurnakan moral manusia. Manusia akan mencapai kebahagiaan jika bertindak sesuai dengan tiga hal diatas. Sedangkan Epikurisme dipelopori oleh Epicurus, seorang pemikir dari Samos (341-270 SM). Menurut pendapat Epicurus, filsafat harus merintis jalan ke arah mencapai kesenangan hidup. Ia juga membagi filsafat kedalam tiga bagian sama halnya dengan Stoisisme. Menurut aliran ini kita harus mencapai kebahagiaan, asalkan tidak berlebihan dan kita harus bijaksana. Neo-platonisme, didirikan oleh Plotinos, seorang filsuf Mesir (205-270 SM). Aliran ini mengajarkan bahwa fakta,fakta yang ada adalah terselenggara melalui proses “emanasi” (pelimpahan) yang berasal dari Yang Esa dan akan kembali kepada-Nya lagi, berkat tarikan “eros”, yaitu kerinduan untuk kembali dari segala sesuatu ke asal ilahi. Pada akhir masa kuno, aliran ini merupakan aliran intelektual yang dominan di hampir seluruh wilayah Hellenistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda?