Jumat, 29 Juni 2012

Islam di Era Reformasi


Proses reformasi di negara Indonesia diawali dengan lengsernya Presiden Soeharto pada tahun 1998, lalu diangkat Wakil Presiden RI BJ. Habibie menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Soeharto sebagai Presiden transisi sampai ditentukan Presiden dari hasil pemilu yang dipercepat pada tahun 1999. Bergantinya pemegang tampuk kekuasaan negara telah membawa konsekuensi logis bagi posisi politik Islam di pentas kekuasaan negara. Beberapa tokoh Islam yang menjadi pelopor gerakan reformasi itu seperti Amien Rais, Abdurrahman Wachid, dan dalam batas-batas tertentu Nurcholish Madjid dengan ide-ide kritisnya, dan lain-lain dengan dukungan massa Islam khususnya kalangan kampus.
Pada akhirnya, lewat suatu proses seleksi yang dilakukan Tim 11, terdapat 48 partai politik.
Kenyataan ini tentu membawa implikasi terhadap posisi politik Islam, yang menampilkan simbolisme keagamaan dengan menyebut diri sebagai partai Islam disertai asas Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan (PK), Partai Persatuan (PP), Partai Masyumi, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Umat Islam, Partai Kebangkitan Muslimin Indonesia, dan lain-lain. Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Solidaritas Uni Nasioanal Indonesia, dan Partai Umat Muslim Indonesia. Empat partai yang disebut terakhir bisa disebut sebagai partai-partai yang berasaskan pancasila, tapi berbasis dukungan umat islam.
Perkembangan menarik terjadi menjelang sidang Umum MPR 1999, walaupun partai-partai Islam dan partai-partai berbasis dukungan umat Islam baik secara individual maupun kolektif tidak meraih suara terbesar, namun koalisi mereka melalui kaukus poros tengah dapat menghalangi tampilnya aliran dan kelompok politik nasionalis. Tiga posisi penyelenggara negara dipegang oleh tiga tokoh utama mewakili tiga kelompok utama umat Islam, yang masing-masing Amien Rais (Muhammadiyah) sebagai Ketua MPR RI, Akbar Tanjung (HMI/KAHMI) sebagai Ketua DPR RI, dab Abdurrahman Wahid (Nahdlatul Ulama) sebagai Presiden Republik Indonesia.
Tampilnya KH. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia di era reformasi sungguh membanggakan umat Islam, khususnya di kalangan NU, namun sayang, karena banyaknya menteri-menteri yang diganti karena dianggap kurang loyal terhadap Presiden, maka banyak anggota DPR selain fraksi PKB protes, sehingga situasi politik tidak stabil, kebijakan ekskutif sering tidak sejalan dengan pikiran DPR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Menurut Anda?