Proses reformasi di negara Indonesia
diawali dengan lengsernya Presiden Soeharto pada tahun 1998, lalu diangkat
Wakil Presiden RI BJ. Habibie menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan
Soeharto sebagai Presiden transisi sampai ditentukan Presiden dari hasil pemilu
yang dipercepat pada tahun 1999. Bergantinya pemegang tampuk kekuasaan negara
telah membawa konsekuensi logis bagi posisi politik Islam di pentas kekuasaan
negara. Beberapa tokoh Islam yang menjadi pelopor gerakan reformasi itu seperti
Amien Rais, Abdurrahman Wachid, dan dalam batas-batas tertentu Nurcholish
Madjid dengan ide-ide kritisnya, dan lain-lain dengan dukungan massa Islam
khususnya kalangan kampus.
Pada akhirnya, lewat suatu proses
seleksi yang dilakukan Tim 11, terdapat 48 partai politik.
Kenyataan ini tentu
membawa implikasi terhadap posisi politik Islam, yang menampilkan simbolisme
keagamaan dengan menyebut diri sebagai partai Islam disertai asas Islam, seperti
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan
(PK), Partai Persatuan (PP), Partai Masyumi, Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII), Partai Umat Islam, Partai Kebangkitan Muslimin Indonesia, dan
lain-lain. Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai
Solidaritas Uni Nasioanal Indonesia, dan Partai Umat Muslim Indonesia. Empat
partai yang disebut terakhir bisa disebut sebagai partai-partai yang berasaskan
pancasila, tapi berbasis dukungan umat islam.
Perkembangan menarik terjadi menjelang
sidang Umum MPR 1999, walaupun partai-partai Islam dan partai-partai berbasis
dukungan umat Islam baik secara individual maupun kolektif tidak meraih suara
terbesar, namun koalisi mereka melalui kaukus poros tengah dapat menghalangi
tampilnya aliran dan kelompok politik nasionalis. Tiga posisi penyelenggara
negara dipegang oleh tiga tokoh utama mewakili tiga kelompok utama umat Islam,
yang masing-masing Amien Rais (Muhammadiyah) sebagai Ketua MPR RI, Akbar
Tanjung (HMI/KAHMI) sebagai Ketua DPR RI, dab Abdurrahman Wahid (Nahdlatul
Ulama) sebagai Presiden Republik Indonesia.
Tampilnya KH. Abdurrahman Wahid sebagai
Presiden Republik Indonesia di era reformasi sungguh membanggakan umat Islam,
khususnya di kalangan NU, namun sayang, karena banyaknya menteri-menteri yang
diganti karena dianggap kurang loyal terhadap Presiden, maka banyak anggota DPR
selain fraksi PKB protes, sehingga situasi politik tidak stabil, kebijakan
ekskutif sering tidak sejalan dengan pikiran DPR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana Menurut Anda?